PUISI AKRUSTIK

Contoh puisi akrustik

PELANGI
Pelangi ditengah malam
Elok bercahaya tak terlihat
Langit yang tak berwarna
Angannya yang selalu terawang awang
Gadis kecilmu menangis tak tertawa

Inginkan asupan lembut tak bercahaya

PACAR BARU AYAH part1

“bu, kok ibu pucat?”. Kataku sambil menenggak es teh yang memang siang itu memang terik. “Cuman perasaanmu saja. Ibuk sehat”. Ujarnya sambil mengelap meja yang basah karena es tehku. Namun ini bukan perasaanku saja. Wanita paruh baya itu yang saat ini sedang memakai baju berlengan panjang, bercorak pink magenta dengan renda putih dilehernya itu memang terlihat sakit sejak 2hari yang lalu. Dalam kurun 2hari ini, wanita yang sangat aku banggakan itu tidak pernah kulihat makan nasi. Mungkin itu yang menyebabkan wajahnya pucat pasi.

Setibanya aku berkumpul dengan teman temanku dirumah Vivi. Rumah yang mempunyai latar lebar dan ditemani pohon pohon rindang disana. Sehingga se-tinggi apapun suhunya, tetap seperti seperti dikulkas. Aku yang ditemani Aris, cowok yang mengaku bahwa dirinya menganggap aku lebih dari sekedar teman, atau yang bisa disebut TTM itu memakai kaos jersey Barcelona. Riski, cewek imut berambut hitam panjang yang sengaja digerai dengan pita rambut yang disematkan dirambut kanannya tiba tiba melontarkan sebuah pertanyaan yang cukup mengagetkan nyawa nyawa disekitar. “Laa, kenapa sih kamu kok pakek kerudung. Bukannya cuaca sedang puanas yaaa?”. Tanyanya sambil kipas kipas. Aku yang memang disana memakai celana hitam dipadukan dengan kaos tribal merah berlengan panjang dengan kerudung pink yang sedikit pucat. “Oh, karena kita istimewa”. Jawabku sambil memasang muka sok lucu. “hah?”. Tanyanya heran. “Karena wanita itu istimewa. Karena kita istimewa, kami tidak mau memamerkan keistimewaan kita”. Jawabku santai. “bisakah kamu memberi kita sedikit motivasi agar aku bisa berkerudung?”. “perubahan itu penting. Namun kita berubah itu perlu proses. Aku dulu sangat dipaksa pakek kerudung sama ayah. Sampek pernah dipotong pendek nih rambut. Tapi sekarang yaa nyadar nyadar sendiri”. Jelasku pnajang lebar, yang hanya menghasilkan muka mereka datar dan manggut manggut tak jelas.

Seperti it aku membanggakan ayah. Bahkan aku sering memamerkan kesamaan kami kepada teman temanku yang juga sering bercerita tentang sosok pemimpin ayah mereka. Bahkan tak jarang aku juga menceritakan tentang kehebatan dan cerita kekonyolanku kepada Aris. Hal itu yang pernah membuat Aris kengen dengan ayahnya yang beberapa bulan lalu mengahadap Tuhan. Aku hanya merasa hanya ayah yang sering mengantarkanku kemana aku inginkan. Karena ibu tidak bisa mengendarai sebuah motor. Yaaah.. jadi kemana mana yaa sama ayah doang. Rekatnya juga sama ayah doang. Tapi tetep bobok siang sama ibuk.

Semua hari adalah hari baik. Entahlah aku tidak merasa ada kejanggalan dengan hari ini. Aku hanya merasa bahagia karena semalam aku pulang dari rekreasi kelas dari Malang.  Aku yang saat itu baru saja pulang dari tempat kursusku, melihat ibuku bercucuran air mata. bersambung..



                                 

Singkat saja yaa. Ini yang dicritakan itu tentang kisah kekonyolan sahabat plus kisah cinta. Hahaa.. aku gadis normal. Wajarlah aku menyukai lawan jenisku J

“Neng, ban becak gowesnya bocor tuh”. Seru tukang becak yang baru melintas didepan kita. Aku bersama 3 temanku bernama Adel, Ifa, Ninis sontak melihat ban yang saat itu juga sedang dilihat si Pak Becaknya tadi. Aku satu satunya yang tidak percaya akan hal itu. Namun, dugaanku salah ban becak gowes itu memang terlihat loyo tak bertenaga. Sontak saja, aku tertawa lepas.

Ku lihat disana, digerdu berwarna hijau laut terlihat 2 pria sedang asik memakan cilok yang ada ditanganya. Samar samar aku lihat salah satu orang disana adalah  Aris, bukan pacar sih tapi kita tau kalau kita saling suka sama lain. Pria satunya, tinggi kurus mungkin umurnya sekitar 25 keatas. Aku tak tau persis. “Riiisss Ariiiss. Mrinioooo”. Ifa dengan suara lantangnya dan menggagalkan pengamatanku tentang 2 pria tersebut. Otomaticly. Pria kecil berusia seumuranku berjalan dengan gaya sangkuknya kearah becak gowes kami. Whaaattt?? Dari matanya aku mengenali pria ini. “onok opo he?”. Ucapnya dengan suaranya. Aku masih bengong melihatnya. “Balikno ke orangnya aeh”. Seketika itu pria satunya datang lagi kearah kami. “Mas yanto?”. “oalah anak.e pak manap ta iki?”. Tanpa basa basi, aku menurut perintahnya aris. “Mas, puter balik ke orangnya dong?”. Orang itu memutar balik si becak gowes. “Bang, orang itu tau tentang kita?”. “Iya dong”. Jawabnya dengan semangat. Hey, hubungan kita ini ayahku ga tau lho. Terseralah lah

Ini adalah becak gowes pertamaku dan teman teman. Tapi tidak untuk Ninis. Gadi kecil berambut panjang inilah supir kami. Dia bisa enyupir becak gowes dengan baik. Tidak untuk tikungan. Kami semua harus turun. Karena takutnya. Ngakaklah aku ketika melihat temenku, lili. Gadis yang baru naik ini berwajah sedikit bulat dengan baju panjang semacam jubah berbahan kaos. Dia berteriak sekuat tenaga untuk menahan rasa takutnya. Jubahnya yang menyangkut diantara rantai rantai hitam yang membuat bajunya berubah hitam. “apes”. Satu kata untuk malam itu.

Tidak bagi adel. Gadis kurus bermata sipit itu terlihat tenang. Baginya hanya becak gowes yang membuat dia tertawa.  Sesekali dia bilang ini adalah malam yang dingin. Dia hanya asik mengayuh becak gowesnya dan memandang sawah yang terbentang gelap.

Untuk ifa, gadis berambut blonde yang tergerai mengenai jaket abu abunya itu adalah gadis yang tertawaya pualiing melengking diantara kami. Ada ada saja yang membuatnya tertawa. Dia duduk dibelakang bersama adel, lili yang memangku adek mbak irun.

Mbak irun, gadis memakai kaos ungu, rambutnya dikuncir rapi ini duduk disebelahku. Asyik mengayuh becak gowes. Dia sepertinya mengeluh dengan kakinya yang sedikit pegal. Maklum dia adalah pekerja handal yang baru saja dipijat oleh tukang pijat panggilan kampung kami.

Aku, ratu diantara penumpang. Karena tidak mengayuh sedikit pun. Pulangnya aku membawa sepeda. Yang lain jalan kaki. Karena aku membawa adeknya mbak irun, aku membawa sepeda degan kecepatan sedang. Dari kejauhan aku melihat seseorang bersepeda. Memakai sarung dan baju kokoh putih. Benar dugaanku. Aris. Dia mengantarkanku pulang hingga ujung gang.


Disepanjang jalan, dia hanya bercerita tempat angker. Bulu kudukku merinding ketika tepat di depan kantor PMI. Tapi aku hanya mengalihkan pembicaraannya. Tentang kulitnya yang gatal. Seperti selulit. Dia memamerkan kulitnya yang baru. Namun ia mengaku ini sudah agak mending dari kemarin. Namun, alihan pembicaraan ini hanya sebentar saja. Tepat diujung gangku Aris kembali menceritakan tempat angker. Aku berniat balaas dendam. Namun gagal. Dia sepertinya ga takut ketika aku menakut nakutinya “Awas ada yang ngikut nggonceng”. “Ga wedi”. Dia tau bahwa aku hanya menakut nakutinya. “Hati hati”. Dia hanya melambaikan tangan.

Munawaroh oh Munawaroh

 Yep kali ini aku mau bercerita cewek yang dulunya cuek dengan penampilannya ini dan sekarang sudah berangsur pulih karena si cewek bermuka sangat polos ini mengaku bahwa dia barusan berumur 17tahun. Dimana diumur segitu adalah keramat (*typo). Dimana diumur segitu adalah tantangan khusus untuk remaja. Entahlah meskipun dia selalu cuek dengan penampilanya, namun dia selalu nampak anggun dimataku (*uhuk). Dengan balutan rok panjang dengan kerudung paris yang kadang ada kelopak mawar berwarna pink terkadang tanpa hiaasan disana. Tentulah dengan kaos panjang yang sangat sedap dipandang.

Berawal dari rencanaku yang ingin mbolang (petualang) di kota orang (hahahaaa). Aku dengan adel bersepeda santai menuju stasiun Bangil yang jaraknya cukup mengeluarkan keringat untuk membasahi kerudung kami. Nia atau Munawaroh yang sudah sampai duluan disana terlihat cukup bergembira dengan kedatangan kami. Dengan aturan baru untuk membeli tiket sebuah kereta, 1tiket 1 tanda pengenal semacam KTP. Namun kita adalah pelajar, sehingga tanda pengenal kami adalah kartu pelajar. Namun kami datang hanya membawa 3 tanda pengenal kami untuk 5tiket. Tentu saja si petugas melarang kami. Namun bukan nia kalau begitu saja menyerah. Akhirnya nia kembali pulang dengan sepeda adel untuk pulang mengambil tanda pengenal adeknya dan mbahnya. Tentu saja aku dan adel tertawa. Bayangkan saja, sebelum masuk kereta api besok saja kartu pengenal kami diperiksa berdasarkan tiket kami. Lah bagaimana bisa, dian teman kami bisa tua dalam waktu 24jam??

Singkat cerita, Surabaya. Jujur saja, kami tidak tau jalan. Dian si peta kami, telah lupa jalanya. Tapi nia, si lugu tanya ke polisi. Kiprahnya “POLISI ITU TUGASNYA MENGAYOMI MASYARAKAT”. Dengan jari telunjuk kananya diarahkan keatas. Seperti anak yang mau mendatangi rumah temanya, dia mengucap salam seperti biasanya. Namun, si nia munawaroh ini mengucap salam dengan nada sok kenal. Kami semua terpingkal pingkal. Malah lebih terpingkal pingkal lagi setelah salah satu pak polisinya memanggil nia dengan sebutan BRO. Sama sama ngakrab.

Nah, malah si nia berbuat ulah lagi. Sama dengan perjalanan awal, sepanjang jalan kenangaaaan (*eh kok nyanyi). Sepajan jalan kita mendapat tempat duduk, yee walaupun tiketnya tanpa tempat duduk. Dan sepanjang jalan itulah kami mendapatkan pemandangan hanya orang asing dan beberapa pedagan asongan yang hafal dengan semua barang jajanannya. Namun tidak dengan nia munawaroh. Dia menghabiskan perjalananya untuk memjamkan mata alias ngebo. Mentang mentang badan ane tegap (*sombong titik jos :D) karena pernah ikut extra sekolah paskibra, eh si muna nyenderin kepalanya ke lenganku. Berbagai gaya tidur sudah nia praktekan di samping kiriku. Aku hanya cuek. Hanya beberapa saja aku mencoba seperti nia. Namun hasilnya gagal. Aku hanya melihat anak berkisar umur 12 tahun. Sedari aku pertama melihatnya, dia hanya duduk dan mengunyah makanannya. Mulai dari tahu sumedang, hingga nasi bungkus. Namun ia tak lupa dengan Tuhannya. Sebelum ia memulai kunyahannya, ia menutup mata dan aku hanya melihat bibirnya sibuk membaca do’a. Sesekali aku melihat ibu ibu dengan suaminya yang agak tua dengan kulit legam nan eksotis itu. Mereka nampak tersipu ketika mereka mendapatiku melihat mereka yang sedang suap suapan kacang. Hahaa dan otomatis mataku ditolehkan oleh anak kecil lugu nan lucu yang sedang diciumi ibunya, lantas aku senyum senyum sendiri.

Well, nyampe dirumah sekita jam 3 sore dengan sedikit jengkel. Entah karena apa

Eh tapi ada kejadian soswit biinggit loh (alay kumat). Kita disangka anak kuliahan lhoo. Mungkin kita yang bawa tas dan berpakaian rapi (ahayde). Trus ngibulin orang angkotnya soalnya kita ngaku anak kost. Hahaaa :P Maap yee pak